Raksasa sportswear semakin agresif memotong perantara dan menjual langsung ke pelanggan. bagaimana nasib MAPA?
Merek olahraga global selama ini mengandalkan mitra grosir sebagai strategi utama untuk memperluas pasar mereka. Di Indonesia, PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (IDX: MAPA) telah dipercaya banyak merek, termasuk Nike, Adidas, dan Puma, sebagai mitra grosir mereka.
Meskipun strategi ini sukses—karena memungkinkan merek global memanfaatkan jaringan, distribusi, dan keahlian penjualan mitra mereka—beberapa pemain besar seperti Nike, Adidas, Under Armour, dan Puma dalam beberapa tahun terakhir mulai memperkuat strategi DTC mereka.
DTC, atau direct-to-consumer, berarti menjual produk langsung ke konsumen melalui toko sendiri atau kanal digital, tanpa perantara atau mitra grosir.
Dengan menjual langsung ke konsumen lewat channel retail sendiri, merek bisa mendapatkan margin keuntungan lebih tinggi, lebih mengontrol citra merek dan pengalaman pelanggan, serta mengumpulkan data berharga tentang perilaku dan preferensi konsumen.
Strategi DTC: Bagaimana Awalnya dan Seberapa Jauh Perkembangannya?
Sebenarnya, pendekatan direct-to-consumer bukan hal baru bagi merek olahraga global. Misalnya, Nike sudah membuka toko ritel dengan konsep Nike Town sejak tahun 1990-an. Tapi saat itu, Nike masih lebih banyak mengandalkan mitra grosir untuk menjual dan memasarkan produk mereka.
Bekerja sama dengan grosir adalah cara cepat dan mudah untuk menjangkau pelanggan, dibandingkan membangun dan mengelola jaringan DTC sendiri yang membutuhkan investasi besar. Dengan cara ini, merek bisa fokus pada keahlian utama mereka, seperti desain dan inovasi produk, sementara distribusi dan penjualan dikelola oleh mitra grosir.
Namun, pada acara Investor Day 2017, Nike mulai menyatakan niatnya untuk memperkuat strategi DTC, dengan mengurangi jumlah mitra grosir secara drastis. Tujuannya adalah meningkatkan penjualan dan mempercepat distribusi produk ke pelanggan. Tiga tahun kemudian, pada 2020, Nike mengatakan bahwa mereka menargetkan 50% penjualannya berasal dari kanal digital dalam waktu dekat, termasuk dari situs Nike.com dan aplikasi seluler mereka.
Perlu dicatat bahwa meskipun strategi DTC bisa memberikan margin keuntungan lebih tinggi, Nike tidak berencana sepenuhnya menghapus mitra grosir mereka. Dengan kata lain, membangun model bisnis DTC yang lebih menguntungkan dan efisien tidak selalu mudah, karena banyak faktor seperti lokasi geografis dan segmen pasar yang perlu dipertimbangkan.
Pada 2019, strategi DTC Nike menyumbang 32% dari total penjualan. Pada 2022, angka ini naik menjadi 44%.
Berbeda dengan Nike, Adidas baru mulai serius mengembangkan DTC pada 2021. Sebagai bagian dari strategi ini, Adidas menargetkan 50% penjualannya berasal dari DTC pada 2025, dan berharap DTC bisa menyumbang lebih dari 80% dari pertumbuhan pendapatan mereka hingga saat itu.
Pada 2019, DTC menyumbang 33% dari total penjualan Adidas. Pada 2022, angka ini naik menjadi 39%, masih lebih rendah 5% dibanding Nike.
Meskipun perjalanan meningkatkan penjualan DTC tidak mudah, terbukti dengan kembalinya kerja sama Nike dan Macy’s (mitra grosir Nike) pada 2023 setelah sempat diputus Nike pada 2021, jelas bahwa Nike dan Adidas terus memperkuat strategi DTC mereka.
Dampaknya bagi PT MAP Aktif Adiperkasa Tbk (MAPA), Mitra Grosir Besar di Indonesia
MAPA bukan sekadar pemain lokal di Indonesia, tetapi juga pemain regional di Asia Tenggara.
MAPA (IDX: MAPA) adalah pemain besar dalam dunia ritel dan distribusi di Indonesia. Perusahaan ini merupakan anak usaha dari PT Mitra Adiperkasa Tbk (MAP), salah satu konglomerasi ritel terbesar di Indonesia. Didirikan pada 1995, MAPA telah menjadi distributor utama untuk berbagai merek olahraga, sepatu, aksesoris, dan mainan kelas dunia.
Keberhasilan MAPA didukung oleh strategi bisnis yang kuat dalam ekspansi pasar dan pengelolaan merek. Dengan menjalin kerja sama eksklusif dengan merek-merek global, MAPA mendapatkan hak distribusi eksklusif, sehingga bisa menawarkan berbagai produk berkualitas tinggi ke mitra ritelnya. Selain itu, pemahaman MAPA terhadap pasar lokal memungkinkan mereka menyesuaikan strategi distribusi sesuai tren dan preferensi konsumen Indonesia.
Bisnis utama MAPA adalah distribusi grosir merek internasional, bukan hanya di Indonesia tetapi juga di seluruh Asia Tenggara (Vietnam, Filipina, Thailand, Singapura, dan Malaysia). Hingga Mei 2023, total gerai yang dimiliki MAPA mencapai 1.420 toko—1.220 di Indonesia dan 200 di negara Asia Tenggara lainnya.
Dalam Public Expose 2023, MAPA mengungkapkan bahwa mereka memiliki 63 merek dalam portofolionya. Dari jumlah tersebut, 33 merek berasal dari kategori sportswear, 12 dari kategori leisure, dan 18 dari kategori anak-anak. Portofolio yang luas ini menunjukkan strategi MAPA untuk memenuhi berbagai preferensi dan segmen pasar. Hal ini juga membuktikan komitmen MAPA untuk menawarkan berbagai produk yang sesuai dengan kebutuhan konsumen Indonesia dari berbagai kelompok usia dan gaya hidup.
Selain mengelola toko multibrand, marketplace, media sosial, serta layanan chat & buy, MAPA juga mengoperasikan monobrand stores untuk mitra mereknya. Toko-toko ini menawarkan pengalaman belanja eksklusif yang hanya menjual produk dari satu merek tertentu. Dengan adanya monobrand store, MAPA membantu meningkatkan visibilitas merek mitranya dan memperkuat posisi mereka di pasar Indonesia.
Strategi DTC dan Dampaknya terhadap Kinerja Keuangan MAPA
Pada kuartal pertama 2023, pendapatan MAPA mencapai Rp2,7 triliun, dengan laba bersih Rp276 miliar. Ini menunjukkan pertumbuhan yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya, dengan pendapatan naik 42,1% dan laba bersih naik 62,1%.
Tren pertumbuhan ini tidak hanya terjadi di 2023. Dalam tiga tahun terakhir, MAPA terus mencatat peningkatan pendapatan, dari Rp4,7 triliun pada 2020, Rp6 triliun pada 2021, hingga mencapai Rp9,8 triliun pada 2022.
Dari kinerja keuangan ini, terlihat bahwa strategi DTC dari merek-merek besar belum menghambat pertumbuhan MAPA. Namun, Indonesia tetap menjadi medan pertempuran bagi Nike dan Adidas dalam memperkuat strategi DTC mereka.
Selain mengoperasikan situs yang disesuaikan dengan pasar Indonesia, Nike dan Adidas juga memiliki toko-toko di berbagai kota besar. Hingga Maret 2024, Nike memiliki 20 Nike Stores di Indonesia, terutama di Pulau Jawa dan Sumatra. Selain itu, mereka juga menyesuaikan situs web mereka dengan sistem pengiriman yang sesuai dengan pasar Indonesia, bahkan menawarkan gratis ongkir untuk pembelian di atas nominal tertentu.
Dampak Jangka Panjang DTC terhadap MAPA
Seperti disebutkan sebelumnya, merek-merek olahraga global seperti Nike dan Adidas tidak berencana sepenuhnya meninggalkan mitra grosir mereka. Mengingat posisi kuat MAPA di pasar Indonesia dan Asia Tenggara, jaringan mereka masih jauh lebih besar dibandingkan DTC yang dimiliki Nike dan Adidas.
Selain itu, portofolio merek MAPA yang beragam membantu mereka mengurangi risiko penurunan penjualan dari satu merek akibat meningkatnya kanal DTC.
Terakhir, membangun jaringan DTC seperti yang diinginkan oleh pemilik merek bukanlah hal yang mudah dan murah. Pada akhirnya, tidak semua merek akan mampu mengembangkan kanal DTC yang bisa sepenuhnya menggantikan peran mitra grosir.
Kesimpulan
Dalam jangka pendek, strategi DTC dari merek-merek global belum memberikan dampak besar terhadap pertumbuhan MAPA. Namun, untuk jangka panjang, perkembangan strategi DTC perlu terus dipantau, terutama terkait ekspansi mereka di Indonesia.
Referensi
- Kish, Matthew. Report: Nike cuts ties with more retailers, including DSW, Urban Outfitters. Portland Business Journal.
- Richter, Felix. Sportswear Giants Shift to DTC. Statista.