DCII unggul dengan SLA 99,999%, ekspansi cepat, dan network effect kuat, menjadikannya pemimpin pasar data center colocation di Indonesia.
Di kuartal ketiga 2023, PT DCI Indonesia (IDX:DCII) mencatat pendapatan Rp958 miliar dengan laba bersih Rp370 miliar. Net profit margin mencapai 38%. Pendapatan dan laba bersih meningkat sebesar 28% dan 46% dibandingkan dengan periode sebelumnya. Tak diragukan lagi, DCII adalah Perusahaan yang sangat menguntungkan.
Bisnis inti DCII adalah membangun dan mengoperasikan data center dengan model layanan colocation. Artinya, pelanggan menyewa tempat di fasilitas data center DCII untuk menempatkan server mereka di rak khusus. DCII memastikan pasokan listrik dan infrastruktur pendukung tetap berjalan agar server pelanggan tetap online 24 jam sehari. Pelanggan membayar biaya sewa bulanan.
Layanan colocation ini bisa dianalogikan seperti menyewa apartemen. Selama masih tinggal di sana, penyewa harus membayar sewa. Jika pindah, mereka harus membawa barangnya dan menyerahkan unit ke pemilik properti.
Menurut Structure Research, DCII menguasai 54% pangsa pasar data center di Indonesia per 2023, dengan total kapasitas 82 MW.
Harga sewa colocation DCII termasuk premium dibanding penyedia lain di Indonesia. Meski begitu, mereka tetap bisa mempertahankan pangsa pasar dan menjadi pilihan utama banyak pelanggan.
Apa keunggulan DCII dibanding pesaingnya? Apakah keunggulan ini bisa bertahan lama? Seberapa besar potensi ekspansinya? Dan apa risikonya?
Keunggulan SLA yang agresif
DCI berdiri di Indonesia pada 2011 dan mulai membangun data center pertama mereka, JK1, pada 2012 dengan kapasitas 3MW. JK1 beroperasi pada 2013 dengan jaminan uptime 99,999%. Artinya, downtime maksimal hanya 5 menit 26 detik dalam setahun.
Bagi pelanggan colocation, realisasi SLA (Service Level Agreement) sama pentingnya dengan janji jaminan uptime yang dibuat di awal. Jika perusahaan penyedia gagal memenuhi SLA, meski perusahaan tersebut mampu membayar kompensasi, pada akhirnya pelanggan bisa pergi memilih tempat coloation lain.
Pada 2023, DCII memiliki beberapa gedung data center dengan total kapasitas 83 MW yang tersebar di Jakarta, Cibitung, dan Karawang. Dari awal berdiri hingga sekarang, mereka tetap mempertahankan SLA 99,999% dengan realisasi 100%. Ini adalah salah satu keunggulan utama DCII dibanding penyedia colocation lain di Indonesia.
Di Indonesia, dari 12 penyedia data center, hanya DCI dan Digital Edge yang menawarkan SLA 99,999%.
Persaingan industri data center makin sengit, baik dari pemain lokal maupun global seperti Equinix dan Telkom Sigma. Mereka berlomba-lomba mengamankan pangsa pasar yang terus tumbuh.
Company | SLA Offering | SLA Realization | Notes |
BDx Data Center | 99.982% | N/A | Tier III |
Digital Edge | 99.999% 99.99% 18-27C 99.99% 30-70%H | N/A | |
NTT | 99.982% | N/A | Tier III |
Nusantara Data Center | 99.98% | N/A | |
Princetoon Digital Group | 99.982% | N/A | Tier III |
PT CBN Nusantara | 99.98% | N/A | |
PT DCI Indonesia | 99.999% | 100% | |
PT Sigma Tata Sadaya | 99.741% 99.982% | N/A | Tier II, Tier III |
PT Faasri Utama Sakti | 99.982% 99.995% | N/A | Tier IV ready (running on Tier III operation) |
PT Supra Primatama Nusantara | N/A | N/A | |
Space DC | 99.982% | N/A | |
Kemampuan untuk tumbuh dengan cepat
Menurut Mordor Intelligence, pasar data center Indonesia bernilai USD 1,53 miliar pada 2020 dan diperkirakan tumbuh menjadi USD 3,07 miliar pada 2026 dengan CAGR 12,95%. Ekonomi digital Indonesia juga diprediksi bisa mencapai USD 315 miliar pada 2030.
DCII menunjukkan pertumbuhan pesat. Pada 2020, kapasitasnya 37 MW. Setahun kemudian naik jadi 58 MW, lalu 64 MW di 2022, dan 82 MW di 2023.
Menurut sumber internal, DCII hanya butuh sekitar 8 bulan untuk membangun data center baru dari awal hingga beroperasi. Ini dimungkinkan karena mereka memilih lokasi strategis di Cibitung dan Karawang yang punya lahan luas, dengan kapasitas pengembangan 300 MW di Cibitung dan 600 MW di Karawang.
Secara finansial, DCII juga kuat. Pada 2022, aset lancarnya mencapai Rp441 miliar, cukup untuk mendanai ekspansi dengan kas operasional. Tahun itu, mereka menginvestasikan Rp244 miliar untuk pembangunan data center baru.
Selain di Cibitung, Karawang, dan Jakarta, DCII juga berencana membangun data center di Pulau Bintan, hanya 35 menit dengan kapal dari Singapura. Keputusan ini didasarkan pada kebijakan moratorium Singapura yang sempat melarang pembangunan data center baru karena konsumsi listrik yang tinggi.
Meskipun moratorium dicabut pada 2023 dengan kuota terbatas 80 MW, pemerintah Singapura masih selektif. DCII melihat peluang ini untuk menangkap permintaan data center dari Singapura. Di Bintan, mereka memiliki lahan 700 hektare dengan sumber daya energi hijau, kabel bawah laut redundan, serta biaya operasional rendah karena adanya sumber air alami untuk pendinginan.
Network effect DCII
Seperti disebutkan sebelumnya, pada 2023 DCII menguasai 54% pasar data center colocation di Indonesia. Pangsa pasar ini penting dari dua sisi:
- Pelanggan yang sudah menggunakan layanan DCII cenderung memperluas kapasitas mereka seiring pertumbuhan bisnis.
- Banyaknya pelanggan di DCII menciptakan network effect, meningkatkan loyalitas pelanggan lama dan menarik pelanggan baru.
Network effect ini terkait layanan cross connect yang ditawarkan DCII. Biasanya, jika perusahaan ingin menghubungkan sistem IT mereka ke perusahaan lain, mereka harus menggunakan jaringan internet atau jaringan privat pihak ketiga. Selain mahal, koneksi ini lebih lambat dan rentan gangguan seperti kabel fiber optic yang sering putus di Indonesia.
Dengan cross connect, DCII memberikan layanan koneksi langsung antar pelanggan dalam fasilitas data center yang sama, meningkatkan kecepatan dan stabilitas jaringan.
Selain cross connect, DCII juga menawarkan DCI fabric dan DCI IX, yang meningkatkan kualitas layanan jaringan untuk pelanggan colocation mereka.
Walaupun tidak ada data spesifik mengenai skala layanan ini, fakta bahwa DCII menguasai 54% pasar menunjukkan bahwa platform mereka mampu meyakinkan mayoritas pelanggan colocation untuk memilih DCII sebagai penyedia layanan data center mereka.
Kesimpulan
DCII bukan hanya pemain besar di industri data center Indonesia, tapi juga punya keunggulan yang sulit disaingi. Dengan SLA tinggi, ekspansi cepat, network effect kuat, dan strategi menargetkan overflow pasar Singapura, mereka berada di posisi unggul.
Namun, tantangan tetap ada. Persaingan makin ketat, regulasi bisa berubah, dan efisiensi biaya tetap jadi kunci. Jika DCII bisa mempertahankan keunggulan mereka, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi pemimpin regional dalam industri ini.